Pandemi COVID-19 telah memaksa perusahaan melakukan pemangkasan termasuk sisi pengeluaran dan produk, mem-PHK massal, dan mencari pembiayaan lewat hutang baru. Pertanyaannya, apakah perusahaan masih memiliki cukup cash untuk melewati masa pandemi yang belum akan berakhir dalam waktu dekat? Atau justru mereka makin terpuruk sehingga perlu melakukan pemangkasan lebih dalam, dan mencari tambahan utang baru.
Pada akhir kuartal ketiga, sejumlah perusahaan online travel dilaporkan masih memiliki cash. Booking Holdings, misalnya, menyatakan mereka masih menyimpan cash sebesar 11,1 miliar dollar AS, sementara perusahaan travel online berbasis di China Trip.com Group memiliki 9,7 miliar dollar AS. Grup Expedia menyatakan memiliki cash sebesar 4,3 miliar dollar dan Airbnb, sebelum IPO, memiliki uang tunai sebanyak 2,7 miliar dollar AS. Sementara Tripadvisor menyimpan 446 juta dollar AS.

Data tersebut menunjukkan bahwa Trip.com Group dan Booking Holdings mampu bertahan bahkan masih bisa mencetak pundi-pundi meski beroperasi di era pandemi yang penuh ketidakpastian, seperti dilansir Skift. Sementara Expedia dan Airbnb tampak lebih banyak menghadapi tantangan.
Meski demikian Airbnb tertolong karena berhasil meraup dana segar sebesar 3,5 miliar dollar AS dari IPO yang digelar awal Desember. Padahal akhir September lalu, perusahaan mencatat biaya operasional sebesar 3 miliar dollar AS sedangkan cash mereka hanya 2,7 miliar dollar AS.
Tahun ini,tantangan masih akan menghadang. Pemulihan perjalanan yang kemungkinan besar terjadi tidak akan serta merta memuluskan roda usaha. Perlu strategi cerdas meghadapinya.
Misalnya, apakah Airbnb memiliki cukup cash untuk kembali berinvestasi di bisnis hotelnya yang sempat terhenti akibat pandemi selama musim semi?
Akankah Booking Holdings yang telah merumahkan 25 persen karyawannya akan mampu mempekerjakan kembali mantan karyawan itu di akhir 2021 atau 2022 saat terjadi pemulihan perjalanan?
Sanggupkah Trip.com Group yang mendapat berkah dari pemulihan perjalanan lebih awal di China, melakukan akuisisi besar-besaran jika mereka yakin bahwa pemulihan perjalanan di China betul-betul solid terjadi?

Percayalah bahwa para CEO dan eksekutif keuangan perusahaan perjalanan online besar ini telah menyiapkan berbagai skenario untuk menggalang dana yang akan digunakan sesuai timing yang tepat dan penguatan pemulihan perjalanan.
Jika kelak orang mulai percaya diri untuk melakukan perjalanan wisata atau bisnis, maka hotel-hotel kembali menggeliat. Itu berarti sinyal positif. Tetapi bagaimana jika mereka memilih memesan langsung secara online ke hotel-hotel. Maka itu akan berdampak buruk bagi agen-agen perjalanan online.
Apalagi tidak ada yang bisa memastikan, akankah lonjakan pemulihan akan stabil. Pengalaman di 2020 menunjukkan bahwa permintaan perjalanan kebanyakan sifatnya tentatif. Sehingga kalau itu terjadi maka akan banyak perusahaan harus kembali mencari pinjaman baru tahun ini atau melakukan pemotongan biaya lebih drastis.
Kelangsungan hidup perusahaan sungguh bergantung pada seberapa solid permintaan perjalanan terjadi di 2021.
Rin Hindryati